BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Persediaan
merupakan suatu aktiva yang meliputi barang milik perusahaan dengan maksud
untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal atau persediaan
barang-barang yang masih dalam proses ataupun persediaan bahan baku. Persediaan
merupakan salah satu aset paling mahal (40% dari total investasi). Harus ada
keseimbangan antara investasi persediaan dan tingkat pelayanan konsumen. Maka
dari itulah timbul yang namanya konsep just
in time adalah suatu konsep di mana bahan baku yang digunakan untuk
aktifitas produksi didatangkan dari pemasok atau suplier tepat pada waktu bahan
itu dibutuhkan oleh proses produksi, sehingga akan sangat menghemat bahkan
meniadakan biaya persediaan barang/penyimpanan barang/stocking cost.
Tujuan
utama Just In Time adalah untuk
meningkatkan laba dan posisi persaingan perusahaan yang dicapai melalui usaha
pengendalian biaya, peningkatan kualitas, serta perbaikan kinerja pengiriman.
Ide dasar Just In Time sangat sederhana, yaitu berproduksi hanya apabila ada
permintaan (full system) atau dengan
kata lain hanya memproduksi sesuatu yang diminta, pada saat diminta, dan hanya
sebesar kuantitas yang diminta. Tujuannya adalah untuk mengangkat produktifitas
dan mengurangi pemborosan. Ada 7
(tujuh) jenis pemborosan disebabkan karena:
- Over
produksi
- Waktu
menunggu
-
Transportasi
-
Pemrosesan
- Tingkat
persediaan barang
- Gerak
- Cacat
Produksi
Prinsip
dasar Just In Time adalah peningkatan
kemampuan perusahaan secara terus menerus untuk merespon perubahan dengan
minimisasi pemborosan. Terdapat empat aspek pokok dalam konsep Just In Time yaitu :
- Menghilangkan semua aktifitas atau sumber-sumber yang tidak memberikan nilai tambah terhadap produk atau jasa.
- Komitmen terhadap kualitas prima.
- Mendorong perbaikan berkesinambungan untuk meningkatkan efisiensi.
- Memberikan tekanan pada penyederhanaan aktivitas dan peningkatan visibilitas aktivitas yang memberikan nilai tambah.
Perusahaan
yang menggunakan pembelian Just In Time biasanya menekankan biaya tersembunyi
yang berhubungan dengan menahan tingkat persediaan yang tinggi. Biaya
tersembunyi ini meliputi jumlah ruang penyimpanan yang lebih besar dan jumlah
kerusakan-kerusakan yang cukup besar.
Dengan
begitu Just In Time adalah suatu
sistem produksi yang dirancang untuk mendapatkan kualitas, menekan biaya dan
mencapai waktu penyerahan seefisien mungkin dengan menghapus seluruh jenis
pemborosan yang terdapat dalam proses produksi sehingga perusahaan mampu
menyerahkan produknya (baik barang maupun jasa) sesuai kehendak konsumen tepat
waktu.
1.2.
RUMUSAN MASALAH
- Bagaimana just in time diterapkan pada perusahaan industri
- Bagaimana konstribusi just in time pada perusahaan industri
- Bagaimana persediaan dalam sistem just in time
1.3.
TUJUAN
- Untuk mengetahui perkembangan just in time dalam perusahaan industri
- Untuk mengetahui konstribusi just in time pada perusahaan industri
- Untuk mengetahui persediaan pada perusahaan industry dalam sistem just in time
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Just In Time
JIT merupakan pendekatan untuk
meminimalkan total biaya penyimpanan dan persiapan yang sangat berbeda dari
pendekatan tradisional. Pendekatan tradisional mengakui biaya penyiapan dan
kemudian menentukan kuantitas pesanan yang merupakan saldo terbaik dari dua
kategori biaya. JIT tidak mengakui adanya biaya penyiapan dan bahkan sebaliknya
menekan biaya ini sampai nol. Jika biaya penyiapan tidak menjadi signifikan,
maka biaya yang tersia-sia yang akan diminimalkan adalah biaya penyimpanan.
JIT
merupakan sebuah filosofi yang memasukkan variasi konsep yang dihasilkan dari
cara yang berbeda ketika melaksanakan bisnis pada kebanyakan organisasi.
Prinsip dasar dari filosofi ini meliputi:
- Semua yang tidak memberikan nilai tambah pada produk dan jasa adalah pemborosan yang harus dihilangkan.
- Sistem produksi tepat waktu adalah suatu proses yang tidak ada hentinya.
- Persediaan adalah pemborosan.
- Pelanggan yang menentukan tingkat kualitas dan yang mendorong terjadinya kegiatan sistem manufaktur.
- Kemampuan untuk fleksibel sangat penting untuk menjaga produk dengan kualitas tinggi dan harga rendah.
- Penghormatan, keterbukaan, dan kepercayaan merupakan kunci dalam manajemen.
- Keberhasilan ditentukan oleh kerjasama yang baik.
- Pekerja langsung adalah sumber perbaikan pada operasi yang ditangani.
JIT mempunyai empat aspek pokok sebagai berikut:
1. Produksi
Just In Time (JIT), adalah memproduksi apa yang dibutuhkan hanya pada
saat dibutuhkan dan dalam jumlah yang diperlukan.
2. Autonomasi
merupakan suatu unit pengendalian cacat secara otomatis yang tidak memungkinkan
unit cacat mengalir ke proses berikutnya.
3. Tenaga
kerja fleksibel, maksudnya adalah mengubah-ubah jumlah pekerja sesuai dengan
fluktuasi permintaan.
4. Berpikir kreatif dan menampung saran-saran karyawan.
Guna
mencapai empat aspek ini maka diterapkan sistem dan metode sebagai berikut:
- Sistem kanban untuk mempertahankan produksi Just In Time (JIT).
- Metode pelancaran produksi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan permintaan.
- Penyingkatan waktu penyiapan untuk mengurangi waktu pesanan produksi.
- Tata letak proses dan pekerja fungsi ganda untuk konsep tenaga kerja yang fleksibel.
- Aktivitas perbaikan lewat kelompok kecil dan sistem saran untuk meningkatkan moril tenaga kerja.
- Sistem manajemen fungsional untuk mempromosikan pengendalian mutu ke seluruh bagian perusahaan.
2.2. Penerapan
JIT dalam berbagai bidang fungsional perusahaan
- Pembelian JIT
Pembelian JIT adalah sistem penjadwalan
pengadaan dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat dilakukan penyerahan
segera untuk memenuhi permintaan atau penggunaan.
Pembelian JIT dapat mengurangi waktu dan biaya
yang berhubungan dengan aktivitas pembelian dengan cara:
- Mengurangi jumlah pemasok sehingga perusahaan dapat mengurangi sumber-sumber yang dicurahkan dalam negosiasi dengan pamasoknya.
- Mengurangi atau mengeliminasi waktu dan biaya negosiasi dengan pemasok.
- Memiliki pembeli atau pelanggan dengan program pembelian yang mapan.
- Mengeliminasi atau mengurangi kegiatan dan biaya yang tidak bernilai tambah.
- Mengurangi waktu dan biaya untuk program-program pemeriksaan mutu.
Penerapan pembelian JIT dapat mempunyai pengaruh pada sistem
akuntansi biaya dan manajemn dalam beberapa cara sebagai berikut:
1. Ketertelusuran
langsung sejumlah biaya dapat ditingkatkan.
2. Perubahan “cost pools” yang digunakan untuk
mengumpulkan biaya.
3. Mengubah
dasar yang digunakan untuk mengalokasikan biaya sehingga banyak biaya tidak
langsung dapat diubah menjadi biaya langsung.
4. Mengurangi
perhitungan dan penyajian informasi mengenai selisih harga beli secara
individual
5. Mengurangi
biaya administrasi penyelenggaraan sistem akuntansi.
- Produksi JIT
Produksi JIT
adalah sistem penjadwalan produksi komponen atau produk yang tepat waktu,
mutu dan jumlahnya sesuai dengan yang
diperlukan oleh tahap produksi berikutnya atau sesuai dengan memenuhi
permintaan pelanggan.
Produksi JIT dapat mengurangi waktu dan biaya
produksi dengan cara:
1. Mengurangi
atau meniadakan barang dalam proses dalam setiap workstation (stasiun kerja)
atau tahapan pengolahan produk (konsep persediaan nol).
2. Mengurangi
atau meniadakan “Lead Time” (waktu
tunggu) produksi (konsep waktu tunggu nol).
3. Secara
berkesinambungan berusaha sekeras-kerasnya untuk mengurangi biaya setup
mesin-mesin pada setiap tahapan pengolahan produk (workstation).
4. Menekankan
pada penyederhanaan pengolahan produk sehingga aktivitas produksi yang tidak
bernilai tambah dapat dieliminasi.
Perusahaan yang menggunakan produksi JIT
dapat meningkatkan efisiensi dalam bidang:
1. Lead time
(waktu tunggu) pemanufakturan
2. Persediaan
bahan, barang dalam proses, dan produk selesai
3. Waktu
perpindahan
4. Tenaga
kerja langsung dan tidak langsung
5. Ruangan
pabrik
6. Biaya
mutu
7. Pembelian
bahan
Penerapan produksi JIT dapat mempunyai pengaruh pada
sistem akuntansi biaya dan manajemen dalam beberapa cara sebagai berikut:
1. Ketertelusuran
langsung sejumlah biaya dapat ditingkatkan
2. Mengeliminasi
atau mengurangi kelompok biaya (cost
pools) untuk aktivitas tidak langsung
3. Mengurangi
frekuensi perhitungan dan pelaporan informasi selisih biaya tenaga kerja dan
overhead pabrik secara individual
4. Mengurangi
keterincian informasi yang dicatat dalam “work
tickets”
2.3. Pemanufakturan JIT dan
Penentuan Biaya Produk
Dasar-dasar pemanufakturan JIT dan
perbedaannya dengan pemanufakturan tradisional:
2.3.1
JIT Dibandingkan dengan Pemanufakturan Tradisional.
Pemanufakturan
JIT adalah sistem tarikan permintaan (Demand-Pull).
Tujuan pemanufakturan JIT adalah memproduksi produk hanya jika produk tersebut
dibutuhkan dan hanya sebesar jumlah permintaan pembeli (pelanggan). Beberapa
perbedaan pemanufakturan JIT dengan Tradisional meliputi:
a. Persediaan Rendah
b. Sel-sel Pemanufakturan dan Tenaga Kerja
Interdisipliner Filosofi TQC (Total
Quality Control)
2.3.2
JIT dan Ketertelusuran Biaya Overhead
Dalam
lingkungan JIT, beberapa aktivitas overhead yang tadinya digunakan bersama
untuk lebih dari satu lini produk sekarang dapat ditelusuri secara langsung ke
satu produk tunggal. Manufaktur yang berbentuk sel-sel, tanaga kerja yang
terinterdisipliner, dan aktivitas jasa yang terdesentralisasi adalah karakteristik
utama JIT.
JIT
|
TRADISIONAL
|
Sistem Pull-through
Persediaan tidak signifikan
Sel-sel pemanufakturan
Tenaga kerja terinterdisipliner
Pengendalian mutu (TQC)
Dsentralisasi
jasa
|
Sistem Push-through
Persediaan signifikan
Berstruktur departemen
Tenaga kerja terspesialisasi
Level mutu akseptabel (AQL)
Sentralisasi jasa
|
2.3.3
Keakuratan Penentuan Biaya Produk dan JIT
Salah
satu konsekuensi dari penurunan biaya tidak langsung dan kenaikan biaya
langsung adalah meningkatkan keakuratan penentuan biaya (Harga Pokok Produk).
Pemanufakturan JIT, dengan mengurangi kelompok biaya tidak langsung dan
mengubah sebagian besar dari biaya tersebut menjadi biaya langsung maupun
sebaliknya, dapat menurunkan kebutuhan penaksiran yang sulit.
2.3.4.
JIT dan Alokasi Biaya Pusat Jasa
Dalam
manufaktur tradisional, sentralisasi pusat-pusat jasa memberikan dukungan pada
berbagai departemen produksi. Dalam lingkungan JIT, banyak jasa
didesentralisasikan.Hal ini dicapai dengan membebankan pekerja dengan keahlian
khusus secara langsung ke lini produk dan melatih tenaga kerja langsung yang
ada dalam sel-sel untuk melaksanakan aktivitas jasa yang semula dilakukan oleh
tenaga kerja tidak langsung.
2.3.5.
Pengaruh JIT pada Biaya Tenaga Kerja Langsung
Sebagai
perusahaan yang menerapkan JIT dan otomatisasi, biaya tenaga kerja langsung
tradisional dikurangi secara signifikan.Oleh sebab itu ada dua akibat:
1. Persentasi biaya tenaga kerja langsung
dibandingkan total biaya produksi menjadi berkurang
2. Biaya tenaga kerja langsung berubah dari biaya
variabel menjadi biaya tetap.
2.3.6.
Pengaruh JIT pada Penilaian Persediaan
Salah
satu masalah pertama akuntansi yang dapat dihilangkan dengan penggunaan
pemanufakturan JIT adalah kebutuhan untuk menentukan biaya produk dalam rangka
penilaian persediaan. Jika terdapat persediaan, maka persediaan tersebut harus
dinilai, dan penilaiannya mengikuti aturan-aturan tertentu untuk tujuan
pelaporan keuangan. Dalam JIT diusahakan
persediaan nol (atau paling tidak pada tingkat yang tidak signifikan),
sehingga penilaian persediaan menjadi tidak relevan untuk tujuan pelaporan
keuangan.Dalam JIT, keberadaan penentuan harga pokok produk hanya untuk
memuaskan tujuan manajerial. Manajer memerlukan informasi biaya produk yang
akurat untuk membuat berbagai keputusan misalnya: (a) penetapan harga jual
berdasar cost-plus, (b) analisis trend biaya, (c) analisis profitabilitas lini
produk, (d) perbandingan dengan biaya para pesaing, (e) keputusan membeli atau
membuat sendiri, dsb.
2.3.7.
Pengaruh JIT pada Harga Pokok Pesanan
Dalam
penerapan JIT untuk penentuan order pesanan, pertama, perusahaan harus
memisahkan bisnis yang sifatnya berulang-ulang dari pesanan khusus.Selanjutnya,
sel-sel pemanufakturan dapat dibentuk untuk bisnis berulang-ulang.
Dengan
mereorganisasi tata letak pemanufakturan, pesanan tidak membutuhkan perhatian
yang besar dalam mengelompokkan harga pokok produksi. Hal ini karena biaya
dapat dikelompokkan pada level selular. lagi pula, karena ukuran lot sekarang lebih sangat kecil,maka
tidak praktis untuk menyusun kartu harga pokok pesanan untuk setiap pesanan.
Maka lingkungan pesanan akan menggunakan sifat sistem harga pokok proses.
2.3.8.
Penentuan Harga Pokok Proses dan JIT
Dalam
metode proses, perhitungan biaya per
unit akan menjadi lebih rumit karena adanya persediaan barang dalam proses.
Dengan menggunakan JIT, diusahakan persediaan nol, sehingga penghitungan unit
ekuivalen tidak terlalu dibutuhkan, dan tidak perlu menghitung biaya dari
periode sebelumnya. JIT secara signifikan mengarah pada penyederhanaan.
2.3.9.
JIT dan Otomasi
Sejak
sistem JIT digunakan, biasanya hanya menunjukkan kemungkinan otomasi dalam
beberapa hal. Karena tidaklah umum bagi perusahaan yang menggunakan JIT untuk
mengikutinya dengan pemilikan
teknologi pemenufakturan maju. Otomasi perusahaan untuk : (a) menaikkan
kapasitas produksi, (b) menaikkan efisiensi, (c) meningkatkan mutu dan
pelayanan, (d) menurukan waktu pengolahan, (e) meningkatkan keluaran.
Otomasi
meningkatkan kemampuan untuk menelusuri biaya pada berbagai produk secara
individual. sebagai contoh sel-sel FMS, merupakan rekan terotomasi dari sel-sel
pemanufakturan JIT. Jadi. beberapa biaya yang merupakan biaya yang tidak
langsung dalam lingkungan tradisional sekarang menjadi biaya langsung.
2.3.10.
Penentuan Harga Pokok Backflush
Penentuan
harga pokok backflush mengeliminasi rekening barang dalam proses dan
membebankan biaya produksi secara langsung pada produk selesai. Perusahaan
menggunakan backflush costing jika terdapat kondisi-kondisi sebagai berikut :
- Manajemen ingin sistem akuntansi yang sederhana.
- Setiap produk ditentukan biaya standarnya.
- Metode ini menghasilkan penentuan harga pokok produk yang kira-kira mengasilkan informasi keuangan yang sama dengan penelusuran secara berurutan.
Ada dua perubahan relatif pada sistem konvensional
yaitu :
- Perubahan Akuntansi Bahan
- Perubahan Akuntansi Biaya Konversi
2.4.
Elemen-elemen Just In Time
- Pengurangan waktu set up
- Aliran produksi lancar (layout)
- Produksi tanpa kerusakan mesin
- Produksi tanpa cacat
- Peranan operator
- Hubungan yang harmonis dengan pemasok
- Penjadwalan produksi stabil dan terkendali
- Sistem kanban
Pengurangan waktu set up dan ukuran lot
a. Pemilihan kegiatan set up
Kegiatan set up bisa dipilih menjadi :
a. Pemilihan kegiatan set up
Kegiatan set up bisa dipilih menjadi :
- Kegiatan eksternal set up: Persiapan cetakan dan alat bantu, pemindahan cetakan dll.
- Kegiatan internal set up: Bongkar pasang pada mesin, penyetelan mesin dll.
b.
Langkah mengurangi waktu set up:
- Memisahkan pekerjaan set up yang harus diselesaikan selagi mesin berhenti (internal set up) terhadap pekerjaan yang dapat dikerjakan selagi mesin beroprasi (eksternal set up).
- Mengurangi internal set up dengan mengerjakan lebih banyak eksternal set up, contohnya: Persiapan cetakan, pemindahan cetakan, peralatan dll.
- Mengurangi internal set up dengan mengurangi kegiatan penyesuaian (adjustment), menyederhanakan alat bantu dan kegiatan bongkar pasang, menambah personil pembantu dll.
- Mengurangi total waktu untuk seluruh pekerjaan set up, baik internal maupun eksternal.
Contoh:
- Jika set up mesin lamanya 1 jam (60 menit), bisa disingkat menjadi 6 menit. Andaikata lot yang harus dibuat banyaknya 3000 buah yang setiap unitnya memakan waktu 1 menit, maka waktu produksinya =1 jam + (3000 x 1 menit)= 3060 menit= 51 jam.
- Setelan waktu set up dikurangi menjadi 6 menit, maka waktu produksinya menjadi= 6 menit + (3000 x 1 menit)= 3006 menit.
- Namun, dengan waktu yang sama (3060 menit) dapat dibuat lot sebanyak 300 buah dari berbagai jenis yang diulang sebanyak 10 kali, yaitu: (6 menit + (300 x 1 menit) x 10= 3060 menit= 51 jam.
Hal ini berarti sistem produksi lebih tanggap
terhadap perubahan.
Aliran
produksi lancar (layout)
a. Pemborosan yang berkaitan dengan proses Layout
Pada layout proses ditemukan berbagai pemborosan, yaitu:
a. Pemborosan yang berkaitan dengan proses Layout
Pada layout proses ditemukan berbagai pemborosan, yaitu:
- Kesulitan koordinasi dan jadwal produksi
- Pemborosan transportasi dan material handling
- Akumulasi persediaan dalam proses
- Penanganan material berganda bahkan beberapa kali
- Lead time produksi yang sangat panjang
- Kesulitan mengenali penyebab cacat produksi
- Arus material dan prosedur kerja sulit dibakukan
- Sulitnya perbaikan kerja karena tidak ada standardisasi
b.
Menuju ke Product Layout
c. Aliran produksi
c. Aliran produksi
- Proses layout. Waktu simpan komponen lama, tingkat persediaan tinggi dan prioritas kerja sulit ditentukan.
- Ketidakseimbangan jalur. Jika proses tidak terkoordinir maka komponen akan terakumulasi sebagai persediaan dan pengaturan kerja akan sulit dilakukan
- Set up/ penggantian alat yang makan waktu. Persediaan komponen akan menumpuk, sementara proses berikutnya akan tertunda
- Kerusakan dan gangguan mesin. Jalur akan berhenti dan akan terjadi penumpukan barang dalam proses
- Masalah kualitas. Kalau cacat produksi ditemukan, maka proses selanjutnya akan berhenti dan persediaan akan menumpuk
- Absensi. Jika seorang operator ada yang berhalangan kerja dan penggantinya sulit ditemukan, maka jalur produksi akan terhenti.
Produksi tanpa kerusakan mesin
a. Preventive Maintenance
- Pendekatan untuk mencegah kerusakan dan gangguan mesin
- Faktor penyebab gangguan mesin
- Gangguan mesin dan penanggulannya
b.
Total Productive Maintenance
- Belajar bagaimana melakukan pemeliharaan rutin mesin, misalnya: Pelumasan, pengencangan baut dan sebagainya. Guna mencegah penurunan daya kerja mesin
- Melaksanakan petunjuk penggunaan mesin secara wajar
- Mengembangkan kesadaran dan kewaspadaan terhadap tanda-tanda awal penurunan kemampuan mesin, dengan melakukan perawatan yang mudah, pembersihan, penyetelan dll
- Sementara karyawan bagian pemeliharaan, bisa melakukan antara lain:
- Membantu operator produksi mempelajari kegiatan perawatan yang dapat dilakukan sendiri
- Memperbaiki penurunan kemampuan peralatan melalui inspeksi berkala, bongkar pasang dan penyesuaian/penyetelan kembali
- Menentukan kelemahan dalam rancang bangun mesin, merencanakan dan melakukan tindakan perbaikan, menentukan kondisi wajar operasi mesin
- Membantu operator menaikkan kemampuan perawatan dll.
2.5.
Analaisis Biaya Volume Laba
2.5.1
Analisis CPV Konvensional
Analisis biaya-volume-laba (CPV) konvensional
menganggap bahwa semua biaya, produksi
dan non produksi, dapat digolongkan ke dalam dua kelompok yaitu:
a. Biaya yang bervariasi dengan volume, disebut
biaya variabel
b. Biaya yang tidak bervariasi dengan volume,
disebut biaya tetap.
2.5.2 Analisis CPV dalam JIT
Dalam sistem JIT,biaya variabel per unit produk yang
dijual turun namun biaya tetapnya naik.Dalam JIT,biaya variabel berdasar batch
tidak ada karena batch menjadi satu kali.Jadi,rumus biaya dalam JIT dapat
digambarkan sebagai berikut:
B = T + V1X1
+ V3X3
B = Biaya Total X1
= Jumlah unit
T = Biaya tetap X3
= Jumlah kegiatan
V1 = Biaya variabel berdasar unit penjualan
(berdasar unit)
V3 = Biaya variabel berdasar non unit
2.6.
Titik Impas
Titik impas adalah suatu keadaan dimana perusahaan
tidak mendapat laba maupun rugi.jadi dapat dikatakan kondisi pendapatan
perusahaan dalam keadaan seimbang.
2.6.1. Sistem Konvensional
X = (I + F) / (P - V)
Dalam hal ini:
X = Unit
produk yang harus dijual untuk mencapai laba tertentu
I = Laba sebelum pajak penghasilan
F = Total biaya tetap
P = Harga jual per unit
V = Biaya variabel per unit
2.6.2. Sistem JIT
X1 = (I + F1 + X2V2
) / (P - V1)
Dalam hal ini:
X1 =
Unit produk yang harus dijual untuk mencapai laba tertentu
I = Laba sebelum pajak penghasilan
F1
= Total biaya tetap
X2
= Jumlah kuantitas berbasis
nonunit
V2
= Biaya variabel per basis non
unit
P = Harga jual per unit
V1 = Biaya
variabel per unit
BAB
III
PENUTUP
4.1.
Kesimpulan
Dalam menangani tingginya biaya,
menurunnya laba, dan menajamnya persaingan telah mengakibatkan perusahaan
mencari cara-cara untuk merampingkan kegiatan usaha mereka dan mengumpulkan
lebih banyak data akurat untuk tujuan pengambilan keputusan. Oleh karena itu
muncullah ide Just In Time (JIT) yang hanya memproduksi apabila ada permintaan.
Akibatnya pemborosan dapat dihilangkan dalam skala besar, yaitu berupa
perbaikan kualitas dan biaya produksi yang lebih rendah. Tujuan utama JIT
adalah untuk meningkatkan laba dan posisi persaingan perusahaan yang dicapai
melalui usaha pengendalian biaya, peningkatan kualitas, serta perbaikan kinerja
pengiriman.
Persediaan JIT adalah untuk sistem
persediaan yang dirancang guna mendapatkan barang secara tepat waktu. Pada
persediaan JIT mensyaratkan bahwa proses atau orang yang membuat unit-unit
rusak dapat dikirim untuk menunggu pengerjaan ulang atau menjadi bahan sisa.
Sistim JIT menghapus kebutuhan akan persediaan karena tidak ada produksi sampai
barang akan dijual. Hal ini berarti bahwa perusahaan harus mempunyai pesanan
terus menerus agar dapat berproduksi Dalam system JIT
menerapkan untuk membeli barang hanya dalam kuantitas yang dibutuhkan saja.
Untuk itu perusahaan harus mengikat kontrak panjang kepada pemasok agar
bersedia mengirimkan barang yang kita pesan sesering mungkin. Hal ini agar
tidak adanya persediaan di gudang.
Pada sistem JIT perusahaan harus meningkatkan
kualitasnya agar dapat bersaing dengan perusahaan yang lain. Untuk perusahaan
harus memperhatikan kualitas mutunya. Dalam pengiriman barang dalam JIT harus
tepat waktu, sesuai dengan jumlah pesanan dan dengan kualitas yang bermutu
tinggi. Karena hal ini dapat mempengaruhi kepercayaan pelanggan terhadap
perusahaan produksi. Jika pelanggan senang maka ia akan sering melakukn pesanan
terhadap perusahaan produksi dan sebaliknya jika pelanggan tidak puas maka
pelanggan akan memilih ke perusahaan produksi lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Tjiptono, Fandi dan Diana Anastasia. Total Quality Management, Yogyakarta :
Andi Offset, 1994.
Simamora, Henri, Akuntansi Manajemen, Jakarta : Salemba Empat, 1999.
Mulyadi, Akuntansi Manajemen, Ed.
5, Jakarta : Salemba Empat, 1999.
Deakin, Maher, Akuntansi Biaya, Ed. 4, Jakarta : Erlangga, 1996.
Cherrington, Hubbard & Luthy, Cost Accounting, San Fransisco : West
Publishing Company, 1994.
Hay, Edward, The Just In Time Breakthough, New York : Rath, 1998.
Hansen & Mowen, Akuntansi Biaya, Ed. 4, Jakarta : Salemba Empat, 2000.
Gayle, Raybun, Akuntansi Biaya Dengan Menggunakan Pendekatan Manajemen Biaya, Ed.
6, Yokyakarta : Erlangga, 1999.
Milton, F. Usry, Akuntansi Biaya Perencanaan dan Pengendalian, Yogyakarta :
Erlangga, 1999.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar